A.
Pendahuluan
Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu masuk yang
strategis bagi masuknya vektor penular penyakit karantina dan penyakit menular
potensial wabah dari berbagai negara di dunia. Kemajuan teknologi bidang
transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara
mengakibatkan dampak negatif di bidang kesehatan yaitu percepatan perpindahan
dan penyebaran vektor penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat
angkut, orang maupun barang bawaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran
vektor melalui alat angkut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri
(Depkes RI, 2007a).
Keberadaan
vektor di atas kapal dapat mempengaruhi kondisi kesehatan para penumpang termasuk
juga petugas dan anak buah kapal (ABK) karena vektor dapat menularkan penyakit
kepada manusia. Vektor yang paling sering dijumpai di atas kapal adalah kecoa.
Pada umumnya kecoa merupakan binatang malam. Pada siang hari mereka bersembunyi
di dalam lubang atau celah-celah tersembunyi. Kecoa yang menjadi permasalahan
dalam kesehatan manusia adalah kecoa yang sering berkembangbiak dan hidup di
sekitar makhluk hidup yang sudah mati. Aktivitas kecoa kebanyakan berkeliaran
di dalam ruangan melewati dinding, pipa-pipa atau tempat sanitasi. Kecoa dapat
mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga kita dapat mendeteksi tempat
hidupnya. Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa
dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada
tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau
menempel di tempat yang dia hinggapi. Vektor jenis kecoa yang ada di atas kapal
ini sering membawa mikroorganisme seperti Salmonella, Entamoeba histolitica yaitu
kuman penyebab diare, typhoid/thypus, disentri, cholera dan
virus hepatitis A (Aryatie, 2005).
Pada kasus
penyakit diare misalnya, data menurut Depkes RI (2006b), angka kesakitan diare
di Indonesia pada tahun 2001 (301 kasus) meningkat menjadi 374 per1000 penduduk
pada tahun 2003. Sedangkan hasil wawancara terhadap 20 orang kapten kapal pada
bulan Desember 2007 bahwa penyakit yang sering dikeluhkan para ABKnya adalah
penyakit diare atau penyakit perut. Hal ini didukung oleh data kunjungan
poliklinik tahun 2006/2007 yang dihimpun dari beberapa Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) kelas utama di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa laporan
penyakit diare di KKP Tanjung Priok (318 kasus), KKP Batam (77 kasus), KKP
Makassar (205 kasus), KKP Surabaya (110 kasus), Semarang (84 kasus), Dumai (538
kasus) dan KKP Medan (72 kasus) (Simkespel, 2007).
Untuk mewaspadai
penyebaran masuknya vektor penular penyakit lewat pelabuhan, sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008 telah ditetapkan bahwa KKP
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan ujung tombak Departemen Kesehatan RI
yang berwenang mencegah dan mengendalikan vector penular penyakit yang masuk
dan keluar pelabuhan dengan melakukan upaya pemutusan mata rantai penularan
penyakit secara profesional sesuai standar dan persyaratan yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2008)
Pengendalian
vektor penular penyakit di atas kapal merupakan salah satu upaya pemutusan mata
rantai penularan penyakit. Survei awal yang dilakukan oleh petugas Kantor
Kesehatan Pelabuhan Medan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 83,3 % kapal yang
datang melalui pelabuhan Belawan dikategorikan risiko tinggi karena di atas
kapal dijumpai vektor penyakit.
B.
Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
431/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Lingkungan di
Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Dalam Rangka Karantina Kesehatan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
356/MENKES/PER/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Tindakan Hapus Tikus dan Hapus Serangga Pada Alat Angkut di Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas Darat
Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Tindakan Hapus Tikus dan Hapus Serangga Pada Alat Angkut di Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas Darat
C.
Tujuan
dan Sasaran
1. Tujuan
umum
Mengendalikan vektor kecoa dan
menurunkan angka kejadian penyakit akibat vektor kecoa pada kapal barang yang berlabuh
di Pelabuhan Paotere Makassar.
2. Tujuan
khusus
a. Meningkatkan
pengetahuan Anak Buah Kapal (ABK) tentang vektor kecoa.
b. Menekan
jumlah vektor kecoa di kapal barang yang berlabuh di Pelabuhan Paotere
Makassar.
c. Memutus
mata rantai penularan penyakit melalui vektor kecoa.
d. Menurunkan
kasus penyakit yang berhubungan dengan vektor kecoa di atas kapal barang.
3. Sasaran
Sasaran adalah semua kapal barang
yang berlabuh di Pelabuhan Paotere.
D.
Luaran
Terlaksananya kegiatan
pengendalian vektor kecoa pada kapal barang yang berlabuh di Pelabuhan Paotere
Makassar.
E.
Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan
a.
Pelaksana kegiatan
Pelaksana kegiatan pengendalian vektor kecoa adalah
Seksi Pengendalian Vektor dan Binatang Penular Penyakit Pelabuhan Paotere Makassar
bekerja sama dengan Entomolog.
b.
Penanggung jawab kegiatan
Penanggung jawab kegiatan pengendalian vektor kecoa adalah Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Pelabuhan Paotere Makassar.
F.
Kegiatan Yang Dilaksanakan
- Uraian
Kegiatan
Kegiatan Pengendalian
Vektor Kecoa pada Kapal Barang yang Berlabuh di Pelabuhan Paotere meliputi
penyuluhan pada Anak Buah Kapal (ABK) tentang vektor kecoa, survey kepadatan
kecoa di atas kapal, dan apabila tingkat kepadatan kecoa pada kapal tergolong
“tinggi” dan “sangat tinggi”, maka dilakukan disinseksi. Berikut ukuran
interpretasi hasil survei tingkat kepadatan kecoa:

- Batasan
Kegiatan
Kegiatan pengendalian vektor kecoa hanya dilakukan pada kapal
barang yang berlabuh di Pelabuhan Paotere pada bulan Januari 2014. Peserta
penyuluhan vektor kecoa adalah semua ABK kapal yang berlabuh, sedangkan kapal
yang di disinseksi hanya kapal yang telah di survey kepadatan kecoanya dan
memiliki tingkat kepadatan kecoa yang tinggi.
G.
Jadwal Kegiatan
- Waktu
pelaksanaan kegiatan
Kegiatan Pengendalian Vektor Kecoa pada Kapal
Barang yang Berlabuh di Pelabuhan Paotere direncanakan
dilaksanakan pada Bulan Januari 2014.
b. Matrik pelaksanaan kegiatan
No
|
Kegiatan
|
Waktu pelaksanaan (hari)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
1
|
Tahap Persiapan
|
||||
Penyusunan rencana kerja
|
|||||
2
|
Pelaksanaan kegiatan
|
||||
Penyuluhan
|
|||||
Survey kepadatan kecoa
|
|||||
Disinseksi
|
|||||
3
|
Evaluasi
|
H. Anggaran
Kegiatan
Sumber dana dari APBD dan APBN, berupa biaya
operasional untuk sekali kegiatan pengendalian vektor kecoa, yakni:
No.
|
Biaya Operasional
|
Jumlah
|
1
|
Biaya Tenaga/ Satuan Output
|
Rp. 5.000.000
|
3
|
Biaya Snack/ Satuan Output
|
Rp. 1.000.000
|
4
|
Alat dan bahan Desisensi
|
Rp. 20.000.000
|
4
|
Biaya tidak tetap/ Satuan Output
|
Rp. 500.000
|
Biaya Total
|
Rp. 26.500.000
|
Referensi:
1.
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356/Menkes/Per/Iv/2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
2.
Anonim. Pengendalian Vektor. Universitas Sumatera Utara.
3.
Anonim. Pedoman Pengendalian Kecoa Khusus di Rumah Saki.
4.
Drs .
Winarno MSc. 2009. Kebijakan
Nasional Pengendalian Vektor.